Hobi

Sejarah Buku Komik, Menarik Banget

Sejarah Buku Komik, Menarik Banget – Asal-usul buku komik masih jadi perdebatan, dan mungkin belum ada kesimpulan pastinya. Jadi, mari kita mundur ke zaman broadsheet kartun di Abad Pertengahan. Ini adalah lembaran kertas perkamen yang dibuat oleh para pemahat kayu anonim. Bisa jadi inilah cikal bakal buku komik.

Saat broadsheet mulai beredar luas, mereka menemukan pasarnya sendiri, terutama di acara eksekusi publik—yang sayangnya dulu jadi tontonan favorit banyak orang (iyuh!). Ribuan penonton yang datang sering membeli gambar hasil karya seniman tentang adegan hukuman gantung atau bakar. Wah, hari yang beruntung banget buat penjual broadsheet!

Seiring waktu, broadsheet berkembang dan mulai memuat humor. Berbagai jenis broadsheet muncul dan akhirnya dijilid jadi satu, yang kemudian menjadi cikal bakal majalah modern dan buku komik. Majalah seperti Punch, sebuah majalah Inggris yang elegan, menjadi platform utama untuk berita, fiksi, dan humor.

Dari situ, gaya buku komik mulai berkembang, khususnya di Inggris. Banyak yang percaya bahwa Ally Sloper’s Half Alley adalah buku komik pertama. Ini adalah tabloid hitam-putih yang memuat panel-panel kartun dengan sedikit berita, sekitar tahun 1884.

Sementara itu, di Amerika, perkembangan buku komik punya jalurnya sendiri. Bukan lewat majalah, tapi lewat koran. Awalnya, mereka hanya menampilkan gambar lelucon satu panel. Tapi, kemudian berkembang jadi strip komik dengan beberapa panel. Salah satu yang paling sukses adalah Yellow Kid, yang unik karena dicetak dengan tinta kuning.

Jadi, dari mana sebenarnya buku komik modern bermula? Ada yang bilang dari komik Foxy Grandpa karya Carl Schultz (1901-1905). Tapi ada juga yang tetap menganggap Ally Sloper’s Half Alley sebagai yang pertama.

Pada 1902, penerbit William Randolph Hearst menerbitkan buku berisi komik Katzenjammer Kids dan Happy Hooligan, dengan sampul karton. Beberapa orang menganggap Yellow Kid sebagai pelopor buku komik. Tapi semua ini adalah nenek moyang buku komik modern yang akhirnya booming di tahun 1930-an.

Pada tahun 1934, Whitman Publishing Company menerbitkan Famous Comics, yang merupakan buku komik hardcover hitam-putih. Namun, buku komik pertama dalam format modern adalah Famous Funnies, yang menampilkan karakter terkenal seperti Joe Palooka, Buck Rogers, dan Mutt and Jeff.

Di tahun 1930-an, superhero mulai mendominasi industri ini. Pada tahun 1938, Max C. Gaines (salah satu raksasa industri komik) membawa karakter Superman ke penerbit Dell Comics, milik Harry Donenfield.

Donenfield pun mencetak sejarah dengan menerbitkan cerita yang dibuat oleh dua remaja, Jerry Siegel dan Joe Shuster. Dari sinilah lahir Superman of Metropolis, yang awalnya hanya sebuah cerita pendek dalam fanzine mereka sendiri. Superman kemudian menjadi standar bagi superhero hingga hari ini.

Kesalahan Industri Buku Komik, Bagian 2

Setelah popularitas buku komik menurun selama bertahun-tahun, era 1950-an hingga awal 1960-an membawa kebangkitan kembali superhero. Ini sebenarnya bukan hal buruk, apalagi kalau kamu memang suka superhero. Tapi, karena para penerbit ingin meraup keuntungan dari tren ini, genre lain dalam industri komik mulai meredup.

Komik romantis, koboi, detektif, perang, dan fiksi ilmiah perlahan-lahan tersingkir. Superhero mendominasi pasar, dan baik penerbit maupun pembaca jadi terobsesi dengan genre ini. Sayangnya, ini justru merugikan industri komik secara keseluruhan. Dengan hanya berfokus pada superhero, mereka mengabaikan audiens yang lebih luas.

Salah satu analogi yang sering dipakai adalah: superhero itu seperti makanan penutup yang enak. Kita semua suka makanan penutup, tapi siapa sih yang mau makan itu terus-menerus?

Selain itu, ada masalah dalam cara bercerita komik superhero. Biasanya, kita belajar bahwa cerita harus punya awal, tengah, dan akhir. Tapi, di dunia superhero, ceritanya punya awal, tengah yang terus berjalan, tapi gak pernah ada akhirnya.

Superhero gak bisa mati—atau kalaupun mati, pasti gak lama. Ini bikin cerita jadi kurang menegangkan. Kita tahu kalau superhero selalu selamat di akhir cerita, jadi gak ada perasaan was-was atau kejutan besar. Bandingkan dengan cerita yang tokohnya bisa mati sewaktu-waktu—itu pasti lebih dramatis!

Dalam psikologi, kita tahu bahwa memori manusia lebih kuat untuk hal-hal yang punya awal dan akhir yang jelas. Jadi kalau sebuah cerita gak ada akhirnya, bagaimana bisa benar-benar membekas di ingatan kita?

Banyak yang berpendapat bahwa agar industri komik tetap menarik, superhero sebaiknya punya akhir cerita yang jelas. Seperti kata pepatah: semua hal baik pasti ada akhirnya. Tapi apakah ini akan membantu industri komik untuk tetap bertahan? Itu masih jadi perdebatan.

Kesalahan Fatal dalam Industri Komik

Salah satu kesalahan terbesar dalam industri komik adalah sistem Direct Sales Market. Awalnya, ini dibuat supaya toko-toko bisa membeli langsung dari penerbit dengan harga lebih murah dan dalam jumlah banyak. Tujuannya, tentu saja, agar toko bisa mendapatkan keuntungan sendiri.

Dalam teori, ini terdengar bagus. Tapi kenyataannya, sistem ini membuat distribusi komik jadi eksklusif dan hanya dijual di toko-toko kecil tertentu. Coba bayangkan kalau majalah Time hanya dijual di beberapa toko kecil, bukan di rak-rak majalah umum. Apa yang bakal terjadi?

Hasilnya, industri komik malah menyempitkan pasarnya sendiri, dari publikasi massal menjadi pasar niche. Siapa yang dengan sengaja ingin mengecilkan pasarnya sendiri? Gila, kan? Tapi itulah yang terjadi dalam industri komik.

Selama lebih dari 70 tahun, mereka terus membuat keputusan yang salah, hanya fokus pada keuntungan jangka pendek, dan selalu menaruh semua telur dalam satu keranjang.

Kesalahan lain adalah pergeseran fokus dari produk ke individu. Artinya, komik lebih dijual berdasarkan siapa penulis atau ilustratornya, bukan isi ceritanya. Memang ada beberapa penulis yang sukses besar, tapi kalau hanya nama-nama terkenal yang bisa bertahan, bagaimana nasib penulis lain?

Kalau tren ini terus berlanjut, banyak komik berkualitas yang bisa hilang dari peredaran.

Apakah Industri Komik Bisa Diselamatkan?

Mungkin saja! Tapi kalau orang-orang yang bertanggung jawab atas industri ini masih terus mengulangi kesalahan yang sama, ya hasilnya bakal sama aja. Mereka bahkan gak cukup kreatif untuk membuat kesalahan baru!

Jadi, bagaimana menurut kamu? Apa solusi terbaik untuk menyelamatkan industri komik?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *